Pengertian, Mekanisme, dan Pelaksanaan Ganti Rugi atau Restitusi Anak Korban Kejahatan
Presiden Joko Widodo pada 16 Oktober 2017 mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana, yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017, Nomor 219 pada 16 Oktober 2017.
Tindak pidana yang diatur dalam PP Nomor 43 Tahun 2017 adalah anak yang berhadapan dengan hukum, korban eksploitasi seksual atau ekonomi, korban penculikan, korban pornografi, korban kekerasan fisik atau psikis, atau perdagangan orang, serta korban kejahatan seksual.
Restitusi merupakan hak Anak yang menjadi korban tindak pidana atas pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku kejahatan yang didasarkan pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atas segala kerugian materiil dan/atau imateriil yang dialami korban/ahli warisnya, (Pasal 1 Angka 1 jo pasal 2 ayat (1) PP.43/2017).
Restitusi terhadap Anak korban dapat berupa : ganti kerugian atas penderitaan sebagai akibat tindak pidana, ganti kerugian atas kehilangan kekayaan, dan/atau penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis.
Permohonan Restitusi ditulis dalam Bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai ditujukan kepada pengadilan negeri tempat kejadian perkara, yang diajukan oleh pihak Anak yang menjadi korban tindak pidana, terdiri atas :
- Orang Tua/Wali;
- Ahli waris; dan
- Orang yang diberi kuasa oleh Orang Tua, Wali, atau ahli waris (dengan surat kuasa khusus).
Dalam surat permohonan yang diajukan setidaknya memuat : identitas pemohon, identitas pelaku, uraian tentang peristiwa pidana yang dialami, uraian kerugian yang diderita, dan besaran atau jumlah Restitusi, serta melampirkan :
- Fotokopi identitas Anak Korban (Akta Lahir, Surat Tanda Lahir, Ijazah, atau Katu Keluarga yang telah dilegalisasi pejabat berwenang);
- Bukti kerugian yang sah (Bukti Pengobatan, Visum psikiatrikum, Konsultasi Kejiwaan);
- Fotokopi surat keterangan kematian, jika Anak korban meninggal dunia (dikeluarkan Rumah Sakit, dilegalisasi pejabat berwenang); dan
- Bukti surat kuasa khusus (apabila permohonan restitusi diajukan oleh kuasa dari Wali, Orang Tua, atau ahli waris Anak korban.
Permohonan restitusi yang diajukan sebelum putusan pengadilan, diajukan melalui tahap penyidikan atau penuntutan (dilampirkan dalam berkas perkara), sementara setelah putusan pengadilan yang memperoleh hukum tetap dapat diajukan melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).